inna-ppni.or.id merupakan sebuah situs resmi PPNI
(Persatuan Perawat Nasional Indonesia), dimana PPNI ini adalah sebuah organisasi
profesi perawat. Tampilan
situs ini cukup menarik dari segi warna yang tidak mencolok dan tidak adanya
iklan sehingga membuat pandangan kalian ’bersih’ saat mengunjungin situs ini.
Jika kalian ingin mengetahui informasi seputar keperawatan dan organisasi
profesinya, situs ini merupakan pilihan yang tepat.
Tampilan situs
resmi PPNI
Dalam situs ini banyak hal yang dibahas tentang seperti berita / artikel,
standar profesi, pendidikan keperawatan, pelayanan keperawatan, hukum
keperawatan dan lain sebagainya. Artikel – artikel yang disediakan menarik dan faktual, tentunya ini akan
bermanfaat bagi kalian. Sebagai perawat, sudah seharusnya kalian rajin – rajin
untuk mengunjungi situs ini. Selain mengetahui tentang organisasi profesi perawat,
situs ini juga akan menambah wawasan kalian dengan berbagai artikel yang
dipublikasikan.
Ada salah satu artikel yang sangat menarik bagi saya yaitu tentang desakan
perawat kepada anggota dewan agar segera mengesahkan RUU Keperawatan. Menurut
saya, desakan ini dilakukan karena RUU Keperawatan tidak kunjung disahkan dan
seperti ”dianaktirikan” oleh anggota dewan. Selama ini perawat sering bekerja
tanpa dasar hukum. Maka dari itu RUU Keperawatan itu sangat penting bagi
perawat untuk melindungi dirinya dari pekerjaan serta dari konflik kepentingan
yang berujung pada kriminalisasi terhadap mereka. Seperti kasus perawat di
daerah pelosok yang pernah diberitakan. Dia menolong seseorang namun dirinya
yang dijerat hukum karena melakukan tindakan di luar kewenangannya. Dia
melakukan tindakan itu untuk menolong nyawa seseorang karena tidak adanya
dokter saat itu.
Melihat fenomena yang terjadi tersebut sungguh sesuatu
yang sulit dicerna akal dimana ketika masyarakat menuntut pelayanan kesehatan
yang maksimal tapi belum diimbangi dengan payung hukum yang jelas. Misalnya seperti
kasus di atas, tidak ada tenaga kesehatan dokter tetapi pasien harus segera
diberi tindakan dan yang ada hanya perawat. Haruskah seorang perawat menolak
pasien hanya karena bertolak belakang dengan hukum. Keperawatan memang memiliki
Kepmenkes namun kalah dengan UU Kedokteran. Oleh karena itu, inilah salah satu hal
kenapa perlu disahkannya Undang-Undang Keperawatan.
Indonesia merupakan tiga dari 10 anggora ASEAN yang belum memiliki UU
Keperawatan bersama dengan Laos dan Vietnam. Kalian perlu memperhatikannya
karena kondisi ini akan menjadi sasaran tenaga-tenaga kesehatan asing sehingga
tenaga perawat dalam negeri akan terpinggirkan. Mereka sudah bekerja dengan
begitu maksimal, keras, dan tanpa mengenal lelah. Mereka juga memberikan
pelayanan di desa-desa tertinggal, pulau-pulau terluar dan perbatasan. Namun
hingga saat ini perawat belum terlindungi dari berbagai risiko dan tuntutan
hukum.
Inilah kondisi yang menyedihkan. Betapa kalian tidak menganggap penting
perlindungan hukum atas mereka, padahal yang mereka minta hanyalah RUU
Keperawatan untuk segera disahkan. Isi RUU Keperawatan itu antara lain lingkup
kewenangan perawat, sistem registrasi dan lisensi perawat, kehidupan
profesional perawat serta lembaga yang menaungi perawat atau konsil.
Harapannya, dengan disahkannya RUU Keperawatan ini, posisi perawat akan semakin
kuat di ranah hukum.
Apabila DPR tidak serius membahas RUU ini, perawat akan bekerja tanpa
perlindungan hukum yang jelas. Tentu ini akan menjadi balasan yang tidak
setimpal apabila dibandingkan dengan ketulusan serta cinta kasih mereka dalam
menunjukkan sikap peduli atas kesehatan seorang pasien.
Bukan hanya perawat tetapi mahasiswa keperawatan juga ikut mendesak agar
RUU Keperawatan segera disahkan. Kalian lihat saja video perdebatan antara
anggota DPR RI dengan mahasiswa (http://www.youtube.com/watch?v=C-7I34Acwjg).
Saya tidak paham mengapa RUU Keperawatan belum disahkan sampai saat ini,
padahal RUU ini sudah dicetuskan sejak tahun 1989 dan sudah masuk program
legislasi nasional di DPR sejak tahun 2004, namun sampai hari ini belum jelas
keberadaannya.
Dalam video perdebatan antara anggota dewan dengan mahasiswa, saya merasa
anggota dewan tidak paham tentang isi dari RUU Keperawatan tersebut. Kalimat
yang diucapkan tiga anggota dewan tersebut membuat saya menjadi heran. Kalimat
yang beliau ucapkan adalah sebagai berikut: “Kalau kalian itu kepingin ya
statusnya sama dengan dokter, kenapa tidak masuk kedokteran?” Kalimat itulah
yang membuat saya yakin bahwa anggota dewan tersebut tidak paham tentang isi
RUUnya. Sebagai bukti kalian bisa
mengunduh RUU Keperawatan di situs resmi PPNI di atas. Dalam rancangan RUU
Keperawatan tidak satupun ada kalimat baik tersurat maupun tersirat yang
menunjukkan bahwa para perawat hendak mengambil alih tugas dan fungsi seorang
dokter ataupun tentang rencana penyamaan status antara seorang perawat dengan
dokter.
suasana perdebatan anggota dewan dengan mahasiswa
Bagaimanapun, RUU Keperawatan
bukanlah semacam alat untuk merebut wewenang dan tugas ataupun wilayah kerja
dari profesi dokter. Ini lebih sebagai “penegasan” kembali batas-batas kerja
seorang perawat. Terkait profesi perawat dan dokter, kalian tentu sudah tahu
banyak perbedaannya. Dokter dan perawat adalah mitra dengan tujuan yang sama.
Kita sama-sama ingin mencapai kesembuhan pasien dan kita mempunyai lahan dan
cara tersendiri yang harus digarap dengan keprofesionalitasan profesi
masing-masing.
Dokter bekerja dengan diagnosa medis
mereka, dan perawat pun juga memiliki diagnosa keperawatannya.
Diagnosa medis dari dokter lebih bertujuan untuk penyembuhan pasien dari
penyakitnya, sedangkan diagnosa keperawatan mengarah kepada pemenuhan kebutuhan dasar pasien
dengan penyakit yang dideritanya. Jika dokter berfokus bagaimana menghambat
progresifitas penyakit dengan terapi medisnya, perawat berfokus bagaimana
pasien tetap nyaman dan bisa mandiri dengan keterbatasan fisik karena
penyakitnya. Jika diagnosa medis dokter adalah Asma, maka diagnosa
keperawatannya adalah gangguan pertukaran gas berhubungan dengan spasme bronkus
dan pastinya intervensi yang dilakukan akan berbeda.
Seperti yang kaliah tahu,
profesi keperawatan adalah salah satu dari sekian banyak profesi kesehatan yang
keilmuannya senantiasa berkembang (bahkan saat ini juga sudah ada profesor di
bidang keperawatan, bidang spesialis keperawatan di Indonesia). Dengan semakin
meningkatnya keprofesionalitasan dan cakupan ilmu dalam ruang kerja
Keperawatan, selayaknyalah ada semacam Undang-undang yang akan memberikan
legitimasi dalam melakukan praktik keperawatan yang mengatur secara lengkap
batasan-batasan dan nilai hukum dari suatu tindakan keperawatan.
Menurut saya, mungkin anggota
dewan di atas masih melakukan pendikotomian “status
siapa yang lebih penting”. Seyogyanya tidak ada lagi di ranah kesehatan dan
kalangan tenaga medis. Semua memiliki perannya sendiri. Tak hanya dokter dan
perawat saja yang dibutuhkan dalam rangka mencapai kesembuhan pasien, kita juga
butuh apoteker, ahli rekam medik, bidan, ahli gizi, profesi kesehatan
masyarakat, psikolog, dsb. Semuanya memiliki andil untuk mencapai kesembuhan
pasien demi terwujudnya Indonesia sehat.
Sampai saat ini saya merasa masih banyak orang yang meremehkan adanya
rancangan undang-undang yang akan lebih jelas membatasi tugas perawat dalam
berprofesi. Setiap orang bebas berasumsi terhadap pemikirannya. Akan tetapi,
asumsi tersebut harus didasari oleh argumen yang kuat. Banyak orang yang tidak
memiliki argumen yang cukup kuat untuk menolak adanya undang-undang tersebut.
Padahal, dengan disahkannya undang-undang tersebut, para masyarakat dari segala
lapisan sosial akan mendapatkan pelayanan yang lebih profesioanl dan memuaskan
dari perawat.
Pengesahan RUU Keperawatan dapat dikatakan sebagai tantangan Indonesia
tahun 2011 karena terdapat Rancangan Undang-Undang Tenaga Kesehatan (RUU Nakes)
yang tiba-tiba muncul . Seperti yang saya pernah baca RUU Nakes akan menggeser
posisi RUU Keperawatan dalam program legislasi nasional (prolegnas). RUU Nakes
seakan-akan menjadi musuh besar bagi RUU Keperawatan. Sebenarnya, RUU
Keperawatan sudah menjadi prioritas ke-18 dalam prolegnas 2010. Namun, RUU
Nakes hampir menggeser RUU Keperawatan dari prolegnas. Meskipun RUU keperawatan
dapat kembali dijadikan prioritas dalam prolegnas 2011, RUU keperawatan
mendapatkan urutan prioritas yang lebih rendah dari RUU Nakes. RUU Keperawatan
berada pada prioritas ke-19, sedangkan RUU Nakes berada pada prioritas ke-18.
Hal tersebut membuat saya prihatin sebagai
seorang calon perawat. RUU Keperawatan sudah menjadi prioritas ke-18 dari 70
rancangan undang-undang prioritas prolegnas 2010. Akan tetapi, RUU Nakes muncul
tiba-tiba dalam sebuah Rapat Paripurna DPR. Hal “ajaib” tersebut terjadi begitu
saja. Padahal, pada tahun
2010, RUU Nakes tidak masuk dalam prioritas prolegnas. Itu adalah hal yang
sangat mengherankan dan tentu saja menjadi masalah besar bagi perawat dan tanpa
disadari juga bagi seluruh rakyat Indonesia.
Jika RUU Keperawatan disahkan, rakyat Indonesia sebenarnya akan
mendapatkan pelayanan yang lebih profesional dan memuaskan dari para perawat
karena undang-undang tersebutlah yang akan mengatur segala kebijakan tentang
profesioanlisme perawat. Penyetaraan profesi perawat dan tenaga
kesehatan lainnya tidak akan membuat perubahan besar dalam dunia keperawatan.
Hal ini sebenarnya sangat mengindikasikan bahwa keberadaan “ajaib” RUU nakes
adalah sebuah ancaman bagi RUU keperawatan.
Sebuah tantangan bagi Indonesia untuk mengesahkan
Rancangan Undang-Undang Keperawatan ini. Jika rancangan undang-undang ini
berhasil disahkan, undang-undang ini akan lebih jelas membatasi cangkupan kerja
perawat dan perawat dapat lebih fokus memberikan perawatan bagi pasien daripada
mengerjakan sesuatu yang sebenarnya bukan pekerjaan perawat.
Lagipula, seandainya RUU Nakes berhasil
disahkan, tidaklah normal jika dokter memiliki Undang-Undang Kedokteran dan
Undang-Undang Tenaga Kesehatan. Hal ini akan memberikan kesan bahwa
Undang-Undang Tenaga Kesehatan tidak dapat mecakupi semua profesi tenaga
kesehatan, bagaimanapun juga dokter juga merupakan bagian dari tenaga
kesehatan.
Pilihan Indonesia untuk menghadapi tantangan ini ada di depan mata. Saya
harap seluruh rakyat Indonesia mengetahui bahwa perawat yang selama ini sering
disalahpersepsikan sebagai pembantu dokter sebenarnya merupakan sosok mandiri
yang juga penting dalam menangani pasien di rumah sakit. Oleh karena itu,
mengesahkan RUU Keperawatan yang sudah darurat ini sebenarnya bukanlah sebuah
pilihan, melainkan sebuah keharusan.
0 komentar:
Posting Komentar
Tolong komentarnya teman - teman, untuk menjadikan blog ini semakin berkualitas dan bermanfaat. Terima Kasih :)